Monday, January 23, 2017

Buku Bagus : Paulo Coelho - Veronica Memutuskan Mati

Monday, January 23, 2017
Siapa yang pernah merasa hidup telalu melelahkan, membosankan, menekan, hingga akhirnya menyesakkan dan tidak layak lagi buat dijalani? Tidak bohong, pada beberapa fase dalam kehidupan, perasaan seperti ini kerap datang, kadang pergi lagi. Sampai di suatu titik saya pernah merasa seakan akan meregang nyawa setelah menenggak 7 botol obat anti mabok yang sama khasiatnya dengan obat tidur yang mujarab. Siapa yang pernah merasakan sensasi mengerikan dimana sepertinya kehilangan kuasa akan tubuh sendiri dan tidak bahkan sanggup buat  mengangkat seujung jaripun, terbaring dengan mata yang makin memberat di atas tempat tidur, menangis, dan karerna saya Muslim yang saat itu sedang lupa diri, sesenggukan tanpa suara merapal doa dan berbisik pada Tuhan bahwa bukan begini cara yang saya inginkan menghadapNya. Supaya kalaupun ternyata tidak mampu terbangun lagi akan dimaafkan semua dosa. Lalu berbelas jam setelahnya dalam tidur tanpa mimpi terbangun dan menangis sendiri sejadi-jadinya.
Maka saya mengerti rasanya menjadi Veronika. Hebatnya, Veronika mengajari saya banyak hal. Oke. Mungkin bukan Veronika, tapi Paulo Coelho sebagai sang pengarang buku.
Perjumpaan pertama saya dengan Paulo Coelho berkat seorang teman chatting online dengan nickname fanta_orange yang kemudian menjadi teman yang saya anggap salah satu teman baik tempat berbagi cerita. Hingga jadi subjek penelitan praktikum psikotest juga ðŸ˜† Tapi mungkin ternyata kepercayaan bahwa antara lelaki dan perempuan tidak bisa murni bersahabat tanpa sedikitpun melibatkan rasa-rasa yang aneh, hubungan kami jadi renggang dan sekarang saya tidak tahu lagi kabarnya dia. Karena pada suatu hari, sang teman pernah mengirimkan saya buku Coelho pertama saya. Meminjamkan, katanya, tapi kemudian saya minta untuk jadi milik pribadi saya hehe. The Devil and Miss Prim. Itulah buku pertama Coelho yang saya baca. Kemudian jatuh cinta. Jatuh cinta pada isi bukunya, pada isi kepala sang pengarang yang luar biasa. Maka bernafsulah saya untuk membaca lebih banyak buku-buku Paulo Coelho. The Alchemist? Sudah pasti. “The possibility of having a dream come true that makes life interesting”, adalah satu quote favorit saya sepanjang masa. That helps me to be alive at one lowest point in life, anyway ðŸ™‚
Lalu sang teman yang mulai mengenal saya, sering mengobrol soal banyak soal di banyak waktu, pertemuan-pertemuan yang cuma terhitung jari satu tangan tidak sebanding dengan banyaknya cerita yang kami bagi, mengirimkan buku Veronika Memutuskan Mati untuk saya baca, dan milikiDan untuk hal itu, saya sangat berterima kasih. Karena membaca buku ini adalah satu hal yang membuka pandangan baru saya tentang hidup.
Bercerita tentang Veronika, gadis usia 25 tahunan yang cantik dan dengan karir yang cukup bagus di sebuah kota kecil yang bahkan saya ga bisa ingat namanya. Veronika yang seharusnya bisa berpuas diri dengan kehidupan yang cukup baik, pada suatu hari merasa cukup, tidak tahan lagi, dan memutuskan mati. Semua direncanakan dengan baik. Menulis surat bunuh diri. Dalam kamar sendiri. Ya, karena beberapa hal yang sifatnya menantang, seperti berhubungan seksual untuk pertama kali terutama sebelum menikah misalnya, umumnya memang dilakukan di kamar pribadi yang memberikan perasaan aman dan nyaman. Lalu memang, bunuh diri yang paling mudah adalah dengan menenggak obat tidur dengan dosis berlebih kan? Demikian pula yang dipikirkan oleh Veronika.
vero
Sayang, bunuh diri dengan overdosis obat memang bukan cara yang paling efektif, sekalipun mudah dan nyaman. Veronika masih hidup. Veronika selamat, namun terdampar di rumah sakit jiwa! Bukan karena keinginannya sendiri maupun keluarga yang memang mungkin tidak tau menau, tapi bunuh diri kan hanya dilakukan oleh orang sakit jiwa yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan kan?
Tapi Veronika tidak gila. Dia tahu kalau dia tidak gila. Yang baru dia tahu adalah setelah gagal mati karena bunuh diri, mau tidak mau dia akan mati juga, dalam 6 hari maksimal, karena kerusakan jantung yang disebabkan overdosis obat dalam percobaan bunuh dirinya.
Manusia memang lucu. Dengan sombong, dan impulsifnya, bisa sedemikian mudah memutuskan bunuh diri. Tapi pada saat kematianlah yang datang mengetuk pintu dan menjemput, apalagi dengan jadwal hitungan hari, malah takut sendiri. Demikian juga Veronika. Ternyata dirinya takut mati. Mengetahui bahwa sisa hidup hanyalah hitungan hari, Veronika menghabiskan waktu di dalam rumah sakit bersama orang-orang yang juga dianggap “gila”. Zelda, seorang ibu rumah tangga. Mari, mantan pengacara handal dan terkenal. Eduard, seorang lelaki yang dikirim keluarganya karena dianggap memiliki kecenderungan aneh yang salah. Apa yang sama dengan ketiga orang ini di mata Veronika? Bahwa mereka semua ternyata tidak gila. Bahwa mereka membantunya untuk memiliki cara pandang yang berbeda tentang hidup, dan mungkin dirinya pun tidak salah selama ini, tapi orang lain yang membuatnya merasa bersalah untuk menjadi berbeda dan menjadi diri sendirilah yang membuatnya lelah. Memang sebenarnya gila itu yang bagaimana, selain psikosis yang memang adalah penyakit?
“Seorang tukang sihir yang sangat ampuh, yang ingin menghancurkan seluruh kerajaan, memasukkan ramuan ajaib ke dalam sumur tempat semua orang minum. Siapa pun yang meminum air itu akan menjadi gila.
Keesokan harinya, semua orang minum dari sumur itu dan menjadi gila, kecuali raja beserta keluarganya yang minum dari sumur lain. Raja sangat cemas dan berusaha mengendalikan masyarakat dengan mengeluarkan aturan yang menyangkut keamanan dan kesehatan umum. Namun polisi dan kepala polisi sudah meminum air dari sumur beracun itu, sehingga mereka berpikir aturan yang dibuat oleh raja itu aneh dan mereka pun mengabaikannya.
Ketika mendengar tentang aturan tersebut, rakyat kerajaan itu merasa yakin raja sudah gila, sehingga memberi perintah yang tak masuk akal. Mereka mendatangi istana dan meminta raja turun tahta.
Merasa putus asa, raja pun siap turun tahta, namun ratu mencegahnya dan berkata: ’Ayo kita minum dari sumur umum. Dengan demikian kita akan berlaku sama seperti mereka.’
Mereka pun melakukannya: Raja dan ratu minum air gila dan seketika mereka pun melantur. Rakyat berubah pikiran: sekarang raja menjadi bijak, mengapa ia tidak dibiarkan saja memimpin?
Negeri itu pun hidup dengan damai, meskipun rakyatnya berperilaku berbeda dengan rakyat negeri tetangga. Dan raja memimpin sampai akhir hayatnya”
Akhir cerita dimana Veronika yang menemukan makna hidup yang baru dan menghadapi menit-menit terakhir yang dikatakan batas waktu kehidupannya bersama dengan seorang yang juga “terselamatkan dan menyelamatkan” dengan kehadirannya, merupakan momen manis yang membuat pembaca sepertinya ikut memakna ulang kehidupan pribadinya. Ya… Paling tidak saya ðŸ™‚
Buku ini sungguh bagus.  Makin bisa dimengerti bagaimana Coelho bisa mendalami pemikiran seorang yang dianggap gila dan bagaimana masyarakat yang mayoritas kadang menutup mata terhadap perbedaan didasarkan pengalaman pribadinya berkali-kali keluar masuk rumah sakit jiwa. Padahal dia tidak sakit, cuma butuh waktu untuk tahu apa yang diinginkan untuk hidupnya, dan menjadi diri sendiri yang bukan semata bentukan orang tua.
Salah satu mata kuliah di fakultas Psikologi dulu adalah Analisis Eksistensial. AnEx, for short. Untuk tugas pelengkap ujian akhir, sang dosen meminta kami membuat sebuah essay yang berhubungan dengan eksistensi diri, mengambil dari film ataupun buku. Dan ya, saya memilih Veronika Memutuskan Mati sebagai bahan bahasan. Tepat sekali rasanya untuk membahas mengenai eksistensi dengan tokoh yang memang berusaha untuk meng”ada” dan dianggap gila. Analisis Eksistensial ini adalah mata kuliah favorit saya sepanjang masa, dan merupakan aliran psikologi yang mau tidak mau membekas, kalau bukan dianut, untuk saya. Karena pada dasarnya, yang paling bisa membuat manusia jadi “sakit”, bukanlah hal macam-macam, melainkan ketidakmampuan untuk meng”ada” itu tadi. Tidak bisa “ada” maka lama kelamaan akan menghilang. Kalau sudah menghilang, mana eksistensinya sebagai manusia? Ya… Memang bertentangan dengan banyak sudut pandang lainnya. Agama, misalnya. Membahas homoseksualitas, tidak akan pernah ada titik temunya ðŸ˜€ Tapi toh kita manusia yang berakal, syukur-syukur kalau jadi berpendidikan, maka akan punya dan tahu batasan-batasan yang tepat untuk digunakan, kan?
Adik-adik mahasiswa psikologi, yuk baca buku ini dan gunakan sebagai bahan diskusi analisis eksistensial! Siapa tahu dapat A kaya saya ðŸ˜†

0 comments:

Post a Comment

Feel Free To Leave Some Traces :D