Kalau ditanyakan pada anak kecil kira-kira apa jawabannya?
Ya jelas nonton lah! 100% anak pasti jawab demikian. Lha
wong yang ditanya anak perempuan :lol:
Pertanyaan ini sebetulnya memang bukan hal yang umum ataupun
wajar buat ditanyakan. Trus kenapa Mamak kurang kerjaan nanya kayak begitu?
Sebetulnya pertanyaan ini terbit setelah ada sebuah adu
jempol alias WA Grup discussion yang lumayan rame dan bikin gemes dibahas di
grup sebelahnya.
Ceritanya di komplek rumah Mamak ini terbagi menjadi 3 blok.
Mamak tinggal di blok C. Tiap blok memiliki tim MT alias Majelis Taklimnya
sendiri. Alhamdulillah sejak tahun lalu, bila sedang tidak berhalangan maupun
malas #eh Mamak pasti ikut dalam semua kegiatan MT. Nama MT kami Ummul Alifah
pun Alhamdulillah Mamak yang ikut sumbang suara. Walaupun ada yang bilang
secara grammar bahasa Arab salah, ada yang bilang benar, insya Allah artinya
bagus. Perkumpulan ibu-ibu yang baik hati pada sesama. Aamiin. Karena banyak
orang yang bisa jadi sholehah pun ahli ibadah tapi kurang baik pada sesama. We don’t
wannabe that kind of Mamak-Mamak, rite?
Salah satu agenda rutin yang dicanangkan per tiga bulan
adalah santunan anak yatim dan dhuafa. Kenapa harus pertiga bulan? Kok tidak
sesering mungkin? Karena kami belum punya sponsor, dan dana kegiatan sepenuhnya
dari kas sumbangan anggota, dan dari sumbangan warga yang diundang
berpartisipasi pertiga bulan mendekati agenda acara yang dijadwalkan.
Sebetulnya untuk menyantuni dana berapapun akan cukup.
Karena niatnya adalah membantu. Namun karena diharapkan semua warga ikut
berpartisipasi, maka acara santunan pun harus yang melibatkan semua warga dan
terdokumentasikan dengan baik. Beberapa kali terakhir acara santunan diadakan
dengan mengundang anak yatim kesini, dan bersama-sama mendengarkan tausiyah
dari ustad, dilanjut berdoa bersama, dan penyerahan bingkisan dan amplop pada
masing-masing anak. Dilanjut dengan makan bersama.
Selain acara santunan di komplek, beberapa kali juga tim MT
berkeliling dan mendatangi langsung warga miskin di sekitar kelurahan sini dan
membagikan bingkisan sembako juga sejumlah uang untuk beberapa KK.
Alhamdulillah ini pun bisa dibilang lancar.
Tapi sesekali rupanya ingin mencoba sesuatu yang baru.
Menjelang triwulan ketiga di tahun ini, yang seharusnya sudah terlaksana di
bulan September ini, rencana untuk melakukan kegiatan yang berbeda digulirkan.
Tapi apa daya dana yang terkumpul baru sedikit. Apabila akan ada acara lagi,
meminta kepada wargapun rasanya belum waktunya. Karena di bulan puasa dan bulan
Syawal dipungut sumbangan juga untuk berbuka bersama dan halal bihalal.
Kenapa tidak pakai kas RT? Saya lupa tepatnya bagaimana.
Diantara acara tersebut ada yang sudah disumbang dari kas RT juga. Tapi
bagaimanapun tetap saja dua kali dalam waktu dekat warga sudah dimintai
sumbangan. Kalau Emak yang dimintai sumbangan dalam dua bulan berturut-turut,
padahal Emak sendiri kurang aktif dan jarang ikut acara RT, bagaimana pendapat
Emak? Apa yang Emak pikirkan?
Jujur saja, memang yang rajin menghadiri acara di RT itu Loe
Lagi Loe Lagi. Banyak warga yang saya ga kenal dengan baik karena lihat mukanya
pun jarang. Kalau yang sering hadir pasti sudah hafal satu sama lain. Tapi saat
meminta sumbangan kan semuanya kedatangan? Ga memberi saat didatangi gimana
rasanya coba? :D
Ada usul bagaimana kalau acara santunan agak dimundurkan saja
sedikit dan ke depannya dijalankan per caturwulan. Tapi pihak yang biasanya
akhirnya pengambil keputusan menolak dengan alasan tidak masalah kok pertiga
bulan juga kan sanggup. Disini lagi-lagi saya kurang paham apa pertimbangannya
sebetulnya.
Nah, untuk acara santunan bulan ini yang akan molor ke bulan
depan, ada seorang beliau yang mengusulkan bagaimana kalau diadakan khitan
massal. Kami yang punya inner grup sendiri cekikikan di grup sebelah. Khitan
massal gimana ceritanya? Dana cuma sekian.
Khitan massal itu biasanya menimbulkan pengharapan bagi
calon peserta. Mengharapkan dapat buah tangan yang biasa ada di acara khitan
massal. Paket baju koko dan sarung, uang, tumpeng, dan kue-kue. Biasanya itu
yang akan didapatkan oleh peserta khitan massal. Jumlah uangnya pun tentunya
tidak cuma selembar warna merah apalagi biru biasanya akan lebih banyak.
Tentunya dana yang dibutuhkan untuk khitan massal ini akan cukup besar.
Kas yang tidak sampai 2 juta mana cukup?
Katanya nanti kan bisa ditutupi kekurangannya dengan
sumbangan dari warga. Tidak usah terlalu banyak juga. 3 sampai 5 orang saja,
semampunya. Nanti tidak usah ada tumpeng atau makanan. Dibuat selametan bersama
saja.
Buat Mamak sih mendingan ga usah, toh? Pertama, kami sama
sekali belum berpengalaman dan belum mempunyai pengetahuan yang cukup untuk
mengadakan khitan massal. Lalu jumlah maksimal 5 anak rasanya bukan khitan
massal judulnya. Kemudian selametan barengan? Buat apa? Habis khitan yang ada
ingin segera berbaring dan istirahat biasanya. Demikian juga yang mengantar
pasti lelah. Kalau memang tidak memungkinkan bukankah lebih baik semua
dijadikan dana pengisi amplop saja supaya jumlahnya lebih banyak? But that’s
just me.
Sebetulnya beberapa waktu yang lalu saat kami berembuk
tentang ingin mengadakan acara santunan yang berbeda, sempat terpikir bagaimana
kalau kita coba ajak adik-adik kita bersenang-senang tamasya bersama tadabbur
alam? Pastinya mereka jarang mendapat kesempatan buat piknik. Hingga ada yang
mencetuskan ide nonton bareng.
Karenanya tadi saat bahas soal khitan yang banyak
menyangsikan, disebutkan kembalilah rencana nobar film religi bareng adik-adik.
Kenapa kita tidak melakukan sesuatu yang mudah dulu, yang kita lebih mampu,
yang lebih terjangkau biayanya dan lebih bisa menyenangkan lebih banyak anak?
Ternyata perbedaan pendapat itu katanya indah tapi bikin
julid di belakang haha. Kembali ada yang menjelaskan kenapa memilih khitan dan
di ujungnya ditutup dengan pertanyaan yang cenderung tendensius. “Silakan
dipertimbangkan kembali lebih bermanfaat mana khitan atau nonton bareng”.
Masya Alloh.. Setelah 800an kata akhirnya sampailah ke
pertanyaannya haha. Mamak, kamu kebanyakan basa basi. Biarlah.. Kan biar tahu
duduk permasalahannya. Eh, emangnya ini masalah?
Oke. Khitan ga usah dibahas lah ya manfaatnya. Lagipula ini
adalah sesuatu yang memang jadi wajib bagi anak laki-laki Muslim.
Tapi memang nonton bareng itu ga ada manfaatnya ya?
Sedih juga sih saat dibilang seperti itu. Sementara sebelumnya
ada bahasan tentang anak SMP salah satu saudara tetangga yang mau pindah
sekolah karena di bully oleh teman
sekolahnya. Tiada hari tanpa baju atau celana robek sepulang sekolah. Awalnya
didiamkan, sampai si anak tidak tahan lagi dan melawan. Kebetulan si anak
rupanya jagoan. Babak belur si perundung. Tapi malah jadi makin dimusuhi dan
menjadi beban mental, hingga memutuskan harus pindah sekolah.
Mak, pernah lihat ga sih sinetron maupun FTV yang
pendek-pendek yang berlatar belakang sekolah? Cara bicara anak sekolah di
sinetron kita gimana? Anak perempuannya yang dari SD saja digambarkan
nyinyir-nyinyir dan minta dijejelin cabe rawit ke mulutnya hehe. Cara bicara
yang ketus dan menyebalkan. Anak laki-laki yang identik dengan kata kasar dan
makin sering berantem makin jago. Ah.
Jangan malu buat mengakui kalau akhirnya memang acara
begituan yang dilahap anak sehari-hari karena memang hiburan satu-satunya
adalah TV. Bahkan Emak pun menikmati sinetron favorit harian. Nontonnya bareng
anak. Ga percaya kalau tontonan mempengaruhi perilaku anak?
Menonton bareng memang kedengarannya sepele, remeh temeh dan
ga penting. Tapi film seperti Iqro misalnya. Setelah menontonnya meninggalkan
kesan positif bagi anak, lho! Mengenal lebih jauh hebatnya Al-Quran dengan cara
yang ringan dan menyenangkan. Masa tidak akan ada manfaatnya sama sekali? I
choose to disagree.
Lagipula, baliknya tentunya ke masalah budget lagi. Kalau
memang dana yang ada terbatas, dan belum terlalu paham bagaimana proses khitan
massal, alangkah baiknya tidak memaksakan bukan?
Atau barangkali Emak ada yang mau bantu kasih masukan?
Yuk! That would really help J